Pengertian Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
Ikatan Akuntan Indonesia yang
selanjutnya disebut IAI, adalah organisasi profesi yang menaungi seluruh Akuntan Indonesia.
Sebutan IAI dalam Bahasa Inggris adalah Institute of Indonesia
Chartered Accountants.
IAI menjadi satu-satunya wadah yang mewakili profesi akuntan Indonesia
secara keseluruhan, baik yang berpraktik sebagai akuntan sektor publik, akuntan
sektor privat, akuntan pendidik, akuntan publik, akuntan manajemen, akuntan pajak,
akuntan forensik, dan lainnya.
IAI didirikan pada tanggal 23 Desember 1957 dengan dua tujuan yaitu 1.
membimbing perkembangan akuntansi serta mempertinggi mutu pendidikan akuntan;
dan 2. mempertinggi mutu pekerjaan akuntan.
IAI bertanggungjawab menyelenggarakan ujian sertifikasi akuntan
profesional (ujian Chartered Accountant-CA Indonesia), menjaga
kompetensi melalui penyelenggaraan pendidikan profesional berkelanjutan,
menyusun dan menetapkan kode etik, standar profesi, dan standar akuntansi,
menerapkan penegakan disiplin anggota, serta mengembangkan profesi akuntan
Indonesia.
IAI merupakan pendiri dan anggota International Federation of
Accountants (IFAC), organisasi profesi akuntan dunia yang
merepresentasikan lebih 3 juta akuntan yang bernaung dalam 170 asosiasi profesi
akuntan yang tersebar di 130 negara. Sebagai anggota IFAC, IAI memiliki
komitmen untuk melaksanakan semua standar internasional yang ditetapkan demi
kualitas tinggi dan penguatan profesi akuntan di Indonesia. IAI juga merupakan
anggota sekaligus pendiri ASEAN Federation of Accountants (AFA).
Saat ini IAI menjadi sekretariat permanen AFA.
Kode Etik IAI
Kode etika yang diterapkan oleh
Institusi Akuntan local seharusnya relevan dengan kode etik profesi akuntan
yang diterapkan oleh IFAC. Landasan dasar kode etik yang diterapkan IAI (Ikatan
Akuntansi Indonesia) menekankan pada pentingnya prinsip etika bagi akuntan,
artinya;
1. Keanggotaan dalam Ikatan Akuntansi Indonesia bersifat
sukarela. Dengan menjadi anggota, seorang akuntan mempunyai kewajibanuntuk
menjaga disiplin diri di atas dan melebihi yang disyaratkan oleh hukum dan
peraturan.
2. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etika Ikatan Akuntansi
Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggung jawabnya kepadapublik,
pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memanduanggota dalam memenuhi
tanggung jawab profesionalnya danmerupakan landasan dasar perilaku etika dan
perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku
terhormat, bahkandengan pengorbanan keuntungan pribadi.
Prinsip-prinsip
Fundamental Etika IAI :
Prinsip Etika Profesi dalam Kode
Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya
kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota
dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar
perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk
berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi.
Tujuan profesi akuntansi adalah
memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai
tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk
mencapai tujuan tersebut terdapat 4 (empat) kebutuan dasar yang harus dipenuhi
:
1. Kredibilitas : Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi
dan sistem informasi.
2. Profesionalisme : Diperlukan individu yang denga jelas dapat
diindentifikasikan oleh pamakai jasa akuntan sebagai profesional dibidang
akuntansi.
3. Kualitas Jasa : Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang
diperoleh dari akuntan diberikan dengan stndar kinerja yang tinggi.
4. Kepercayaan : Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin
bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemebrian jasa oleh
akuntan.
Prinsip – Prinsip Dasar IAI adalah:
1. Integritas
Integritas berkaitan dengan profesi
auditor yang dapat dipercaya karena menjunjung tinggi
kebenaran dan kejujuran. Integritas tidak
hanya berupa kejujuran tetapi juga sifat dapat dipercaya,
bertindak adil dan berdasarkan keadaan yang sebenarnya. Hal
ini ditunjukkan oleh auditor ketika memunculkan keunggulan personal
ketika memberikan layanan profesional kepada instansi
tempat auditor bekerja dan kepada auditannya.
2. Obyektivitas
Auditor yang obyektif adalah auditor
yang tidak memihak sehingga independensi profesinya dapat
dipertahankan. Dalam mengambil keputusan atau tindakan, ia
tidak boleh bertindak atas dasar prasangka
atau bias, pertentangan kepentingan, atau pengaruh
dari pihak lain. Obyektivitas ini dipraktikkan ketika
auditor mengambil keputusan-keputusan dalam kegiatan auditnya. Auditor
yang obyektif adalah auditor yang mengambil keputusan berdasarkan seluruh
bukti yang tersedia, dan bukannya karena pengaruh atau berdasarkan pendapat
atau prasangka pribadi maupun tekanan dan pengaruh orang lain.
3. Kompetensi dan Kehati – Hatian
Agar dapat memberikan layanan audit
yang berkualitas, auditor harus memiliki dan mempertahankan kompetensi dan
ketekunan. Untuk itu auditor harus selalu meningkatkan pengetahuan dan keahlian
profesinya pada tingkat yang diperlukan untuk
memastikan bahwa instansi tempat ia bekerja
atau auditan dapat menerima manfaat dari
layanan profesinya berdasarkan pengembangan
praktik, ketentuan, danteknik-teknik yang terbaru.
Berdasarkan prinsip dasar ini, auditor hanya
dapat melakukan suatu audit apabila ia memiliki kompetensi
yang diperlukan atau menggunakan bantuan tenaga ahli
yang kompeten untuk melaksanakan
tugas-tugasnya secara memuaskan.
4. Kerahasiaan
Auditor harus
mampu menjaga kerahasiaan atas informasi yang
diperolehnya dalam melakukan audit, walaupun
keseluruhan proses audit mungkin harus dilakukan secara
terbuka dan transparan. Informasi tersebut merupakan hak milik auditan, untuk
itu auditor harus memperoleh persetujuan khusus
apabila akan
mengungkapkannya, kecuali
adanya kewajiban pengungkapan karena peraturan
perundang-undangan. Kerahasiaan ini harus dijaga sampai kapanpun bahkan
ketika auditor telah berhenti bekerja pada instansinya. Dalam
prinsip kerahasiaan ini juga, auditor
dilarang untuk menggunakan informasi yang dimilikinya
untuk kepentingan pribadinya, misalnya untuk memperoleh
keuntungan finansial.
5. Prinsip kerahasiaan tidak berlaku
dalam situasi-situasi berikut:
Pengungkapan yang
diijinkan oleh pihak yang berwenang, seperti
auditan dan instansi tempat ia bekerja. Dalam melakukan
pengungkapan ini, auditor harus mempertimbangkan kepentingan seluruh
pihak, tidak hanya dirinya, auditan, instansinya saja, tetapi juga
termasuk pihak-pihak lain yang
mungkin terkena dampak dari pengungkapan
informasi ini.
6. Ketepatan Bertindak
Auditor harus
dapat bertindak konsisten dalam mempertahankan reputasi
profesi serta lembaga profesi akuntan sektor publik dan menahan diri dari
setiap tindakan yang dapat mendiskreditkan lembaga profesi atau dirinya
sebagai auditor profesional. Tindakan-tindakan yang tepat ini
perlu dipromosikan melalui kepemimpinan dan keteladanan. Apabila auditor
mengetahui ada auditor lain melakukan tindakan yang tidak benar, maka auditor
tersebut harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi
masyarakat, profesi, lembaga profesi, instansi tempat ia bekerja
dan anggota profesi lainnya dari tindakan-tindakan auditor lain yang tidak
benar tersebut.
7. Standar teknis dan professional
Auditor harus
melakukan audit sesuai dengan standar audit
yang berlaku, yang meliputi standar teknis dan profesional yang relevan.
Standar ini ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan Pemerintah Republik
Indonesia. Pada instansi-instansi audit publik, terdapat juga standar
audit yang mereka tetapkan dan berlaku bagi para auditornya,
termasuk aturan perilaku yang ditetapkan oleh
instansi tempat ia bekerja. Dalam hal
terdapat perbedaan dan/atau pertentangan antara standar audit dan aturan
profesi dengan standar audit dan aturan instansi,
maka permasalahannya dikembalikan kepada masing-masing
lembaga penyusun standar dan aturan tersebut.
Sumber :
IFAC Ethics
Committee, IFAC Code of Ethics for Professional Accountants, International
Federation of Accountants.
Brooks, Leonard J., Business & Profesional Ethics for Accountants, South Western College Publishing, 2000.
Brooks, Leonard J., Business & Profesional Ethics for Accountants, South Western College Publishing, 2000.
Komentar
Posting Komentar